Minggu, 23 September 2012

The Portrayals


Solely, The Soul walks through the street of bricks, guiding him to rest. Beyond that warm-blanketed afternoon, he wonders the days before the star falling. The days where complication is unheard and joys would not have floated in ease. Pure, hope it whispers.

Encompassed by the sephia-colored sky,  fragment of memories flash before his mind. In confusion, he peels out the truth from its flesh, then trying to reverse the pieces into senses. Deeds are under the fence, yet the fences are corrosive. The land is allowed to be awful. Questions burst.

Do we act? Or do we portray those chemical reactions? Or do we portray our own determined fate?

The Soul, as one of The Portrayals, is sometimes losing the ground to stand. Sometimes, The Ones who raised his wings are weakened. Somehow, The Chain he believes is collapsing. He wishes a Pure whispering through the silence, telling him it’s not a sentence for questioning but it’s a sin for doing nothing.

We are nothing but A Portrayal. We portray several roles, some of us are not even aware when portraying their last role, until a final holds us to the last breath.

Jumat, 24 Agustus 2012

Dalam Diskusi


Diskusi, ngobrol, sharing, debat atau apapun jenis pertemuan dua orang atau lebih yang berfokus pada proses argumentasi selalu punya identitas masing-masing. Tergantung orang di dalamnya. Nah, saya mau mencoba sharing tipe-tipe orang dalam diskusi. Ini pendapat pribadi, pasti banyak kekurangannya. Semoga bermanfaat.

Tipe pertama, dalam beberapa ngobrol, kita bisa menemui beberapa jenis orang yang mengemukakan ‘kehebatannya’ terlebih dahulu. Orang jenis ini biasanya menggunakan referensi dan istilah yang ia kuasai sendiri. Orang ini kadang membawa pendahuluan, cerita, dan lelucon yang kadang kurang substantsial pada diskusi. Ia hanya merasa perlu membawa diskusi itu sesuai pendapatnya. Poin akhir dari diskusi dengan orang seperti ini biasanya bukan kesimpulan diskusi, melainkan sejauh mana porsi argumen pribadinya bisa dijadikan kesimpulan bersama. Ciri khasnya, ia biasa menambahkan ‘iya, gak..’ diakhir pendapatnya. Kadang imbuhan itu ia ulangi sampai peserta diskusi lainnya manggut terpaksa.

Tidak ada salahnya berdiskusi dengan orang seperti ini. Sejujurnya, orang kayak gini bahkan dibutuhkan. Menurut saya, argumen menarik itu harus dapat dipertahankan dan bisa menetralkan negasinya semaksimal mungkin, terlepas dari seberapa arogan dan annoying orang yang membawakannya. Tetapi orang seperti ini memang perlu diingatkan pada kadar tertentu. Sayangnya, kebanyakan orang sudah menutup telinga terlebih dahulu terhadap pendapat orang yang digolongkan sebagai orang arogan atau annoying ini. Sejauh saya mengikuti dan mendengar diskusi, tipe seperti ini paling banyak di masyarakat.

Ada juga tipe orang yang cenderung manggut sana-sini. Tidak punya titik berpijak dalam diskusi. Biasanya orang ini sering mengucapkan ‘iya, maksud saya juga gitu… ’ Orang seperti ini juga tidak memiliki poin akhir untuk mencapai kesimpulan diskusi, melainkan keamanan posisinya dengan argumen mayoritas pada akhir diskusi. Orang seperti ini juga punya kebiasaan lain yaitu suka ‘menengahi’ dan ‘menyimpulkan’, padahal diskusi belum runcing dan belum pantas disimpulkan. Tipe kata yang biasa dipakai itu ‘yaudah, jadi intinya..’ ketika diskusi belum terasa cocok mencapai inti. Tipe yang seperti ini lebih enggak asik dari tipe yang pertama disebut tadi.

Sebenernya paling asik diskusi sama tipe yang ketiga. Orang yang berpengetahuan, tapi enggak sok. Orang yang punya tujuan akhir berupa kesimpulan akhir. Orang yang siap dibenci karena mengemukakan kemungkinan terburuk (yang enggak lebay) dari sebuah argumen tapi juga nyantai dalam pembawaan argumennya. Tanpa diminta, biasanya kita akan manggut-manggut tanpa sadar. Orang seperti ini akan bicara ketika ia sudah siap bicara dan menanggung negasi dari pendapatnya. Karena ia memiliki tujuan akhir berupa kesimpulan diskusi, orang seperti ini enggak akan marah, kecewa, apalagi ngambek ketika pendapatnya berhasil dinegasikan. Tidak harus berkarisma seperti pemimpin atau sangat berpengetahuan luas, tetapi yang dibutuhkan adalah kemampuan memulai topik, menggabungkan serta menyikapi argumen yang ada. Dibumbui dengan pembawaan yang khas, tipe seperti ini sangat menarik dalam diskusi.

these guys have been experimenting with music for over a decade. that rocks!


Kesimpulannya? Penggolongan orang dalam diskusi ini dapat dipakai untuk mendapatkan poin inti dari argument seseorang sesuai daya terima kita masing-masing. Akan tetapi, suatu kesalahan besar ketika kita sudah menutup kuping terlebih dahulu karena penggolongan kita dalam diskusi. Lagipula, seemas apapun kesimpulan akhir dari suatu diskusi, maka akan sia-sia ketika tidak ada realisasi nyata dari hasil diskusi itu.Dan satu lagi, berdiskusi dengan teman dekat itu mengasyikkan. Mari berkarya! Mari perbanyak teman! :D

Kalian masuk tipe yang mana? Atau ada tipe lain yang pernah kalian jumpai?


...


Anyway, ditengah demam k-pop dan musik synthetizer zaman sekarang, banyak juga Band Rock yang rilis album atau single.

Yang worth-listened (menurut saya) antara lain:

Linkin Park – Living Things (2012-released Album)
One Ok Rock – The Beginning (single)
Soundgarden – Live to Rise (The Avengers’ OST)
Three Days Grace – Chalk Outline (Album: Transit of Summer)
Hoobastank – This is Gonna Hurt (Fight or Flight)
Green Day – Oh, Love (UNO)
Papa Roach – Still Swingin’ (The Connection)
Yellowcard - Always Summer (Southern Air)
Muse – Madness (The 2nd Law)
Seether – Sympathetic (One Cold Night)

Would you like to share your list? 

Senin, 20 Agustus 2012

The Conversation


Apa tujuan lo kuliah? – M. Alifa Farhan, seorang teman baik, (bukan) ustadz,

Diawali dengan pertanyaan tersebut saat kunjungannya ke Depok, Alif senang sekali untuk berbagi cerita dan pengalaman. Dalam sesi ngobrol itu juga ada Rahmi, teman satu SMA yang juga seorang optimis muda, sama seperti Alif. Kami bertiga ngobrol banyak hal, mulai dari niat kuliah, defining happiness, kebijakan pers, hingga hal-hal mistik. Dan seperti diskusi bersama teman CM, khususnya DerCG, lainnya, kita tidak hanya saling mengangguk untuk mengiyakan. Kita saling menimpali opini, tapi bukan menghakimi dan hal itulah yang membuat suatu diskusi menjadi lebih berbumbu, tidak hambar dalam datar maupun tidak rigid dalam takut.

Ada hal yang saya kira bermanfaat dari diskusi kami. Dalam pencarian ilmu, Alif (yang saya lupa sumbernya) bilang bahwa ada tiga jenis pengetahuan yang kita cari selama kita belajar.
1. Basic Knowledge: ilmu dasar yang diajarkan secara umum. Semisal, pelajaran matematika, fisika dan lainnya untuk rumpun sains. Bahasa, kewarganegaraan dan sebagainya. Ilmu dasar ini penting karena ilmu inilah yang menjadi pondasi dari ilmu selanjutnya yang akan kita pelajari. 
2. Specified knowledge: ilmu jenis inilah yang membedakan satu pelajar dengan pelajar lainnya. Semisal, prinsip dietetik tentunya harus diketahui lebih baik oleh seorang ahli gizi untuk membedakan ahli gizi dengan profesi kesehatan lainnya. 
3. Additional knowledge: ilmu tambahan yang dapat menjadi aksesoris penguat kualitas intelegensi dan karakter kita sebagai seseorang. Semisal, pengetahuan public speaking dan kemampuan menyampaikan pendapat.

Dari sinilah, kita bisa mendapatkan motivasi untuk belajar di ruang kelas selama perkuliahan karena pada saat itulah specified knowledge kita dipupuk. Dan ketika kita tahu bahwa perkuliahan memiliki andil besar dalam pemupukan specified knowledge, maka secara otomatis kita dapat terdorong untuk belajar dalam rangka pembentukan jati diri profesi yang lebih baik. Demikian papar Alif.

Ohiya, dari sekian banyak hal (kurang) penting yang kita diskusikan, ada satu hal yang menarik untuk ditulis, yaitu bagian mendefinisikan kebahagiaan. Dimulai dari pertanyaan karir, (kalau gak salah ya), Alif mungkin memulai karir di dunia Marketing, Rahmi di dunia jurnalistik dan saya di dunia lain eh.. maksudnya dunia kesehatan. Lalu bebicara karir sendiri, kami membahas prioritas karir pribadi atau manfaat dalam nantinya bekerja. Salah seorang dari kami memulai opini bahwa menanjakkan karir pribadi akan menunda manfaat kita sebagai individu. Tetapi, kita juga harus menyadari bahwa harus ada penguatan kapasitas diri untuk memberikan manfaat yang lebih besar. Semisal, kontribusi dari seorang mahasiswa akan berbeda dengan kontribusi seorang lulusan doktor, baik dari segi dimensi, kualitas, maupun kuantitas.

Seperti biasa, akhir diskusi selalu diiringi dengan letupan semangat untuk menyusun rencana perbaikan diri (meski perjalanannya berbeda). Kami pun dapat dikatakan sepakat untuk menjalani hal yang kami percaya dan selalu memperkuat karakter diri sendiri. Terlepas dari jalan karir yang nanti kami masing-masing ambil, kami percaya untuk saling mengingatkan dan berbagi dalam kebermanfaatan. Dan dalam langkah menuju hal tersebut, saya bersemangat untuk memulai eksplorasi diri seperti yang dua teman saya ini sudah mulai.  Jadi, ayo mulai! :D


just the voice like a riot rocking every revision





Ada banyak hal dari ngobrol kami malam itu, tidak hanya yang ditulis di catatan ini.

Senin, 23 Juli 2012

Ulasan: The Dark Knight Rises


Dibuka dengan scene action yang mencengangkan ditambah dengan komposisi musik Hans Zimmer yang apik membuat adegan pembuka The Dark Knight Rises membuat penonton dapat menahan napas. Sekuel terakhir dari Trilogi Batman karya Christopher Nolan ini menjadi salah satu most anticipated movies in 2012. Dan benar, usaha dan biaya untuk menonton film ini tidak akan menjadi hal yang disesalkan. Anda pasti tau trailer kan? Ringkasan film yang dikemas secara menarik dengan videografi dan komposisi musik terbaik yang diambil dari beberapa scene dalam suatu film dan digunakan untuk memancing penonton untuk menonton film tersebut, nah, The Dark Knight Rises yang dibintangi Christian Bale, Joseph Gordon-Levitt dkk ini seperti menonton trailer selama dua jam!

Gotham, 8 Tahun Kemudian

Menceritakan keadaan damai Gotham setelah 8 tahun kematian Harvey Dent dengan Batman yang tidak lagi beraksi. Bruce Wayne, sang Ksatria Gelap, menyembunyikan diri dari publik dengan luka tubuh yang tidak lagi memungkinkan dia untuk beraksi sebagai Batman. Namun, keadaan tenang Gotham itu ternyata hanyalah kedok dari persiapan penghancuran Gotham oleh seorang musuh baru bernama Bane. Jika media menyebutkan bahwa Batman Begins menekan Batman dari segi Fear (ketakutan), lalu The Dark Knight dari segi Chaos (kekacauan) maka The Dark Knight Rises dengan tepat menekan Batman dari segi Pain (luka) secara fisik maupun emosional. Bane merupakan perwujudan penyiksa fisik dan emosional tanpa ampun. Berbeda dengan Bane pada film Batman and Robin (1997) yang digambarkan sebagai monster tak berpikiran, maka Bane pada The Dark Knight Rises merupakan penjahat perang strategis meski menekankan luka pada lawannya.
Kehadiran Selina Kyle, Catwoman, juga membawa kunci penting bagi peran Batman dalam menyelamatkan kota Gotham. Tidak hanya Catwoman, tokoh lain seperti John Blake, Jim Gordon, Lucius Fox, Miranda Tate hingga Alfred juga memiliki peran penting dalam menentukan keberlangsungan dari Batman sehingga film ini menjadi film superhero yang logis dan manusiawi karena tokoh utama, yaitu Batman, tidak secara magis menjadi pahlawan. Pada film ini, jelas digambarkan bahwa Batman adalah sebuah simbol untuk menegakkan keadilan, maka pahlawan dalam film ini adalah Batman sebagai simbol Ksatria Gelap, bukan Bruce Wayne dalam kostum yang memerangi penjahat.

Ketidakhadiran The Joker

Gotham selalu menjadi ancaman untuk dihancurkan pada setiap film Batman arahan Christopher Nolan. Namun tingkat destruksi Gotham selalu meningkat setiap filmnya. Jika pada Batman Begins, pusat destruksi ada di Arkham Asylum, lalu pada The Dark Knight kehancuran mulai ada di beberapa pusat kota, namun pada The Dark Knight Rises, bersiaplah karena kota Gotham akan dihancurkan dari segi yang lebih sulit untuk dicegah Gotham. Pada penghancuran kota Gotham ini, bersiap pula untuk melihat kembali para penjahat di film sebelumnya yang kembali dalam beberapa peran. Namun, sangat disayangkan ketika tokoh perusak utama tidak waras yang menjadi musuh utama Batman pada The Dark Knight yaitu The Joker, dihilangkan begitu saja pada film ketiga. Sebagai penjahat yang hampir membawa Gotham pada Chaos (dari segi fisik maupun moral), The Joker tentunya dapat mengambil peran pada penghancuran Gotham kali ini. Kematian aktor Heath Ledger, membuat Chris Nolan menghormatinya dengan cara tidak menampilkan The Joker pada film ini. Hal ini dapat dirasa membawa sedikit kekurangan kecil pada kerusakan yang dibawakan oleh Bane.

Konklusi Epik

Sebagai akhir dari Trilogi Batman, The Dark Knight Rises membawa penonton pada ciri khas film Christopher Nolan untuk melewati dalamnya cerita dalam film ini pada berbagai fase. Kejutan yang dipadu dengan videografi dan komposisi musik membuat dramatisasi film ini berhasil. Meski agak berkesan film ini ‘dipaksa’ untuk berakhir pada beberapa scene, namun ending luar biasa dari film ini membuat sebuah konklusi epik dari perjalanan Sang Ksatria Gelap. Soal gadget? Persiapkan anda untuk menikmati aksi kendaraan baru Batman, The Tumbler. Aksi kejar-kejaran darat yang menjadi scene epic pada dua film sebelumnya akan digantikan oleh scene darat dan udara di film ini. Ketegangan memuncak karena pada film kedua kolaborasi Jonathan dan Christopher Nolan ini menghadirkan alur yang benar-benar melibatkan seluruh pemeran, bahkan hingga pemeran figurannya. Banyak hal yang dipandang dari sisi yang lebih logis pada film ini seperti keabadian, kejahatan dan ‘being a hero’ itu sendiri. Cerita yang berbobot dibalut dengan action dan grafik yang luar biasa, The Dark Knight Rises menutup perjalanan Batman sebagai Ksatria Gotham dengan sempurna. Sekedar tips, tonton lah dulu Batman Begins dan The Dark Knight (meski TDK gak terlalu berkaitan) agar TDKR dapat dinikmati lebih dalam. Christopher Nolan dikabarkan tidak akan lagi terlibat dalam pembuatan film Batman lainnya. So, Robin? :)



everything eventually ends, doesn't it?

Sabtu, 23 Juni 2012

Catatan Gunung Gede

Papan nama dari Pos Gunung Putri

Bayu, Dila, Alfi, Faizal (Hambali yang ngambil foto) sebelum masuk jalur hutan. Mukenye pada songong, belum tau bakal beku di Puncak Gunung.


Setelah 4 setengah jam perjalanan, sampai di Alun-Alun Surya Kencana. Mengharap ada tukang bakso yang lewat.

Tingkah laku kakak-beradik di ketinggian sekitar 2500 mdpl. Mungkin efek dataran tinggi.

Edelweiss, bro. Tapi kayaknya belum terlalu berbunga

Puncak Gn Gede, 2958 mdpl, jam 6 pagi, suer dingin. Mukanya gelap biar keliatan artistik.

buat cover majalah Trubus mungkin, masih di Puncak Gn Gede. Tetap nyengir meski dingin membekukan gusi.

Gn Pangrango, dilihat dari Puncak Gn Gede amazingly beautiful, ceunah



Akhirnya kesampean juga buat naik Gunung Gede. Pas 19 sampe 21 Juni 2012, 5 orang anak manusia berbekal kesotoyan dan persiapan yang kurang, naik-turun Gunung Gede dengan rute Jalur Gn Putri - Surya Kencana - Puncak Gn Gede - Jalur Cibodas. Meski kesengat lebah, nyasar pas awal berangkat, dan kedinginan luar biasa, perjalanan ke Gunung Gede bener-bener seru. Lelah yang secara magis hilang dalam 4 setengah jam perjalanan ketika sampe di Alun-alun Surya Kencana, mendirikan tenda jam setengah 8 malem di Puncak Gn Gede dengan suhu sekitar 18 derajat (gugling), hingga nyium bau martabak telor di tengah hutan. Gak ada target selanjutnya, cuma selalu ada keinginan buat naik gunung lagi, tentunya dengan persiapan yang lebih mantap.

Crew:
Alfi Fudhola - Alfi (ketua kelompok)
Ahmad Hambali - Hambali (kapten kelompok, anak gunung aseli!)
Fadilla Nuraini - Dila (Srikandi pendakian! haha)
M. Bahrul Ulum - Bayu (dengan sotoynya bilang ada eceng gondok ditengah hutan dataran tinggi)
Faizal Firdaus - Faizal (emm.. begitulah)

Rute (yang seharusnya)
Depok - Kp Rambutan (Angkot 19 atau 112)
Kp. Rambutan - Pasar Cipanas (pake Bus Cianjur atau Tasik)
Pasar Cipanas - Pos Gunung Putri (nyarter angkot atau ojek)

Rute (yang kita jalani dengan kesotoyan)
St Pocin - St Bogor (comm line)
St - Bogor - entah terminal apa (angkot lupa juga apaan)
entah terminal apa - JALAN GUNUNG PUTRI (Bus cileungsi)
resmi nyasar
dapet pencerahan
JALAN GUNUNG PUTRI - tol Jagorawi (angkot, nanya aja)
tol Jagorawi - Pasar Cipanas (bus jurusan Kp Rambutan - Cianjur)
selamet

Tips:
bawa perlengkapan perkemahan personal yang lengkap kaya sleeping bag, jaket, celana panjang, sarung tangan, dan kupluk biar tidurnya bisa tenang. Tidur di Gunung pake sarung, jaket, dan celana panjang aja emang masih bisa idup sih, cuma gak nyaman. Jangan lupa juga bawa kompor dan logistik yang memadai, biar bisa makan - minum yang anget di puncak gunung. Mengkonsumsi roti sbg makanan utama pas naik gunung tidak disarankan, Bhahaha.
Meski udah daftar online, pengurusan SIMAKSI (surat izin naik Gunung Gede) cuma bisa diurus di Pos Cibodas, jadi pastiin ke Pos Cibodas dulu buat beresin SIMAKSInya.
Bawa batere dan alat dokumentasi yang lazim kaya camdig.
Berdoa dan berfoto secukupnya.

Kalo naik gunung itu, karakter seseorang bisa keliatan aslinya.

Minggu, 03 Juni 2012

House: The Irony of The Wounded Healer


Everybody Lies

House merupakan tokoh utama dalam series House MD, sebuah drama medis mengenai departemen diagnosis di Princeton-Plainsboro Teaching Hospital yang memecahkan kasus diagnosis medis yang sulit. Menjadi karakter utama, House digambarkan sebagai antisosial narsisis yang brilian dan suka mencemooh lingkungan sekitar yang tidak sesuai dengan idealisme mengenai integritas pribadinya yang berbeda dari kebanyakan orang. Ia tidak segan untuk menghina orang lain untuk memecahkan teka-teki dan mengejar kebenaran. Ia digambarkan sebagai orang egois, self-centered dan tegas namun ada sisi emosional yang juga terpendam darinya.

House: Broadly Comic

Memang harus diakui bahwa House, sang tokoh utama, merupakan kunci dari alur cerita yang mengesankan dari House MD. Tokoh yang diperankan oleh Hugh Laurie ini merupakan seorang dokter ahli diagnosis misantropis yang memiliki cara pandang unik mengenai kehidupan dengan rasionalisasinya. Ia digambarkan sebagai pengolok sinis yang menghargai argumentasi yang rasional. Ia adalah antihero yang kompleks dengan cara pikir deduktifnya yang  menarik untuk ditelaah. Dengan logika deduktifnya, House meyakini bahwa sisi emosional manusia hanya melemahkan daya pikir yang justru berharga bagi manusia. Rasionalisasi House ini kadang dapat menimbulkan anggukan persetujuan bagi penonton yang diajak berpikir atau juga tawa ketika penonton menyadari ‘pembodohan’ dari sisi emosional kita yang diungkapkan oleh cara pandang House yang berbeda. Tawa itu juga muncul ketika ‘kebosanan’ House mulai beraksi dengan keisengan yang kadang berbahaya. Selain itu, untuk membuktikan dirinya benar, ia tidak segan hingga mengambil resiko bahaya sendiri. Ucapan yang sering keluar dari para partner House adalah: ‘You’ve spent your whole life looking for the truth’

House: Angry Satire

Namun, sisi emosionalnya kadang mengambil alih sebagian besar dirinya dan mengungkapkan bahwa kebahagiaanlah yang selama ini ia, dan manusia pada umumnya, butuhkan. Sisi kemarahan satir inilah yang biasanya muncul diakhir argumentasi emosional dan sulit untuk dibantah dirinya sendiri. Sisi ini muncul karena House menyadari bahwa ada hal-hal yang tidak ‘muat’ untuk diterima oleh rasionalisasinya. Dengan kata lain, logika yang rasional merupakan kelebihan House untuk memecahkan kasus-kasus medis yang ditanganinya dan hal yang membuatnya tertarik pada teka-teki sekaligus alasan terberat bahwa ia tidak dapat menerima hal-hal alami diluar logika yang orang biasa justru dapat terima. Ia terluka secara fisik karena bekas operasi di kakinya dan luka mental karena ketidakmampuannya untuk bahagia. Ia kadang bergumam bahkan berteriak: ‘I’m in pain’

House: Strong Cup of Coffee

Gambaran lain House adalah ia dapat menjadi peduli pada seseorang diluar prasangka orang biasa. Ia mempunyai keinginan untuk berubah menjadi lebih baik, tetapi rasionalisasinya membenturkan House pada kenyataan bahwa menjadi dirinya saat ini adalah pilihan terbaik. House hidup dalam luka, baik luka fisik yang dirasakannya setiap hari karena operasi di kakinya maupun luka batin karena ketidakmampuannya menyingkirkan sedikit logika agar dapat bahagia. Ia mengejar teka-teki dan memiliki definisi tak wajar mengenai kebenaran karena kecacatannya dalam menerima hal-hal kecil yang orang lain terima sebagai kewajaran. Sebuah ironi, bahwa dengan logikanya ia adalah seorang penyembuh, tetapi dengan rasionalisasinya ia ‘terluka’.

Everybody Dies

Dengan komposisi karakter di atas, House dapat membawa serial House MD sebagai serial drama medis yang epik dan sarat akan pandangan lain mengenai hidup. Para tim penulis ditambah kualitas akting Hugh Laurie membawa karakter House sebagai kunci sehingga serial House MD memiliki amplitudo cerita yang mengejutkan, luar biasa, unik tetapi tidak di luar nalar ketidakbiasaan. Karakter yang justru dengan kekurangannya menjadi sempurna. Karakter yang membuat delapan musim serial House MD tak membosankan setiap alurnya. Salute!


 House, The Wounded Healer*


*The term 'The Wounded Heaaler' insipred from House: The Wounded Healer on Television by Luke Hockley

Cerita Kucing #1


Well, saya suka kucing dan belakangan ini saya sedang gemar membaca novel tentang kucing seperti Dewey, sang kucing perpustakaan publik Spencer, karya Vicki Myron, ataupun kumpulan cerita pendek seperti Kisah-Kisah Kucing karya James Herriot dan Kucing bernama Dickens karya Callie Smith Grant. (kalau suka kucing, kalian juga harus baca. Seru!) Kesukaan baru ini ditambah karena video-video unik kucing yang beredar di YouTube, salah satunya adalah Maru. (suka atau tidak suka kucing, cobalah tonton. Ia jenis kucing yang minta diajak main)
Yang menarik dari buku, cerpen, maupun video tersebut adalah penggambaran kucing yang dianggap sebagai makhluk istimewa (karena mereka memang istimewa), hewan peliharaan eksotis sejak zaman Mesir kuno ini digambarkan sebagai pribadi yang tentunya pemilih tuannya, keanggunan tersendiri dibalik arogansi imut dari makhluk bola bulu ini. Mulai dari tingkah laku alamiah mereka sebagai pemburu yang dijinakkan, perilaku keingintahuan mereka yang kadang konyol, hingga perasaan dalam yang muncul dari komunikasi antara manusia dan kucing. Oleh karena itu, saya pun ingin memulai menulis kisah kucing yang pernah mengisi halaman hidup saya.
...

Ini mungkin bukan kucing pertama saya, tetapi ini kisah kucing yang akan saya ceritakan pertama kali. Ketika saya kecil, di rumah nenek ada kucing kecil yang datang entah dari mana (keluarga dari Ibu menyukai kucing, haha) dan akhirnya memutuskan untuk menetap di rumah nenek (begitulah, kucing yang memutuskan untuk menetap di mana). Warnanya belang dua; putih dan kuning susu. Ia kurus dan kumal pada saat pertama kali datang hingga hanya beberapa orang saja yang mau menyentuhnya. Kemudian, nenek dan kakek mulai member makan si kucing ini (saya lupa nama panggilnnya). Ia seorang betina yang mulai cantik kembali setelah diberi makan di rumah nenek.
Hal yang membuat saya ingat dengan kucing ini adalah kebiasaan uniknya (yang mungkin juga dimiliki oleh kucing lain). Satu kebiasaan unik yang dia miliki adalah ia suka tidur di atas badan orang lain. Saya, sewaktu kecil, sering berkunjung ke rumah nenek untuk membaca koleksi buku paman ataupun sekedar main. Setelah lelah membaca atau bermain, saya biasanya terlelap tidur di lantai (ya, namanya juga terlelap) dan tiba-tiba saya merasakan ada gumpalan bulu halus yang menindih dada saya dengan tapak-tapak yang lembut. Saya masih bisa bernafas tetapi ketika saya membuka mata, seekor kucing manis tengah memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur dengan wajah tanpa dosa seolah berkata ‘Ada yang salah?’. 
Ternyata ia tidak hanya melakukan hal itu pada saya. Si kucing juga kadang-kadang tidur di sebelah nenek, di kaki kakek, ataupun di atas perut paman yang gendut dan empuk untuk tidur. Kami tidak memindahkannya jika ia tidur di atas bagian badan kami hingga tubuhnya bertambah besar. Pernah ketika saya lagi-lagi terlelap usai berkejar-kejaran dengan adik saya, tiba-tiba kaki saya terasa pegal, berat, dan tidak dapat digerakkan. Ternyata, ada si gumpalan bulu manis yang tengah berusaha tidur menindih kedua kaki saya. Kadang, si kucing betina itu juga memberikan pijatan khas kucing dengan menekan-nekan telapak kakinya. Entah, mungkin ia berusaha membayar atas tumpangan tidurnya.
Seperti kucing betina kampung lainnya, si kucing manis akhirnya hamil (ya, menjalankan fungsi alamiahnya) dan pergi entah kemana (dan tidak tahu kenapa). Begitulah dengan kucing, ia yang memutuskan untuk tinggal dan akhirnya ia yang memutuskan untuk pergi. Tetapi, keberadaannya memberikan satu catatan khusus pada lembar halaman hidup saya.

Sabtu, 05 Mei 2012

Sherlock vs Holmes


Berasal dari karya Sir Arthur Conan Doyle, ‘Sherlock’ dan ‘Sherlock Holmes’ diadaptasi dalam bentuk yang berbeda. BBC TV Series ‘Sherlock’ mengadaptasi kisah detektif yang tinggal di 221B, Baker Street, London itu dengan latar belakang abad 21 dan analogi modern dari kisah-kisah Sherlock Holmes karya Conan Doyle. Sedangkan, film Hollywood, ‘Sherlock Holmes’ yang telah memiliki sekuel ‘Sherlock Holmes: A Game of Shadows’ merupakan fim aksi dengan alur analisis detektif yang menggunakan latar belakang Inggris sebelum abad 20 dengan alur cerita yang sama sekali baru. Tentunya, ada perbedaan karakter antara film dan tv series tersebut.


Sherlock
Diperankan oleh aktor Inggris Benedict Cumberbatch, Sherlock Holmes dalam BBC TV Series akrab dipanggil dengan nama depannya, Sherlock. Dengan latar belakang abad 21, kemampuan analisis Sherlock seringkali digambarkan dengan analisis tajamnya terhadap detail-detail kecil yang seringkali luput diperhatikan orang seperti kerutan kulit, lipatan pakaian, dan noda-noda kecil. Sherlock juga cenderung dingin, aneh, agak anti-sosial dan lebih banyak menggunakan kemampuan berpikirnya. Sama seperti pada karya Conan Doyle, Sherlock gemar bereksperimen di kamar sewannya di 221B Baker Street. Meski pada karya Conan Doyle, Sherlock Holmes merupakan ahli pedang dan bela diri, pada series ini Sherlock tidak terlalu memperlihatkan kemampuan aksinya. Sherlock dalam BBC TV Series ini juga digambarkan sebagai pribadi yang mengejar kebenaran secara mutlak dan mengesampingkan emosi sehingga tidak terlalu terlihat bijak. Sherlock tidak digambarkan sebagai protagonis utuh. Saat duel terakhir melawan Moriarty dalam episode The Reinbach Fall, Sherlock berkata ‘I might be on the side of the angels, but don’t think for one second that I am one of them’. Sherlock yang cenderung misterius secara gelap dan dingin mampu membawa thrill yang baru pada kisah-kisah Sherlock Holmes yang diadaptasi dengan latar belakang abad 21 yang penuh teknologi tanpa mengesampingkan karakter analisis khas Sherlock Holmes.


 'between a scientist and a philosopher, yet he chose to be a detective'


Holmes
Robert Downey Jr, aktor keren dari Hollywood yang susah serius, memerankan Sherlock Holmes pada dua film garapan sutradara Guy Ritchie ini. Pada film Hollywood ini, Holmes digambarkan sebagai sosok yang responsif, kocak dan benar-benar out of the box, meski tetap agak anti sosial. Sisi penyendiri Holmes tidak terlalu diekspos sehingga Holmes tidak terlalu gelap dan dingin. Pada film ini juga Holmes sering memperlihatkan kemampuan bela dirinya yang digambarkan dengan imaginasi strategi Holmes sebelum berkelahi. Holmes juga digambarkan sebagai sosok yang melakukan hal terbaik bagi semua orang sambil tetap mengejar kebenaran mutlak. Dengan latar belakang awal abad 20, Holmes juga digambarkan suka bereksperimen pada hal-hal yang tidak umum pada masa tersebut tetapi menjadi hal-hal umum di masa sekarang. Eksperimennya digambarkan dalam bentuk hal-hal aneh dan tidak terlalu gelap. Holmes dalam film ini juga bukan sebagai protagonis utuh, tetapi Holmes merupakan protagonis utama. Holmes menunjukkan sisi bijaknya melalui analisis dan perbuatan yang ia lakukan untuk mencegah hal yang tidak baik terjadi. It’s very American hero but still stunning and entertaining. Dengan alur kisah yang sama sekali baru, film-film Sherlock Holmes dari Guy Ritchie dengan Robert Downey Jr sebagai Sherlock Holmes merupakan film analisis dan aksi yang seru untuk ditonton.

 'In wise, he deduce brilliantly out of the box'