Minggu, 14 Agustus 2011

Pembaharuan

Setiap manusia, hakikatnya ingin menjadi berbeda satu dan lainnya. Manusia ingin dikenal mempunyai identitas individual yang menjadi ciri khas mereka. Banyak sekali orang yang ingin dikenal baru dan pertama dalam bidangnya. Ya, menjadi pembaharu.

Berkaca pada masalah, yang kemudian menjadi bahan bakar kehidupan manusia, banyak sekali kelompok pembaharu di masa sekarang. Ohiya, masalah memang bahan bakar kehidupan. Proses penciptaan pemuas kebutuhan tercipta karena adanya kebutuhan itu sendiri. Makanan dibutuhkan karena ada rasa lapar. Tempat tinggal dibutuhkan karena spesifikasi tubuh manusia yang tidak tahan dengan ekstremitas Bumi lagi. Timbulnya beragam masalah menyebabkan timbulnya beragam solusi. Pemecahan masalah pun mengalami seleksi alam yang dipatok dari efisiensi dan efektivitas. Manusia pun berpikir memecahkan masalah. Manusia pun berkarya.

Kelompok pembaharu pun bermunculan dan mengambil titik fokus masing-masing untuk menjadi pembaharu dalam pemecahan masalah. Hal ini dapat dilihat dari timbulnya kelompok diskusi, para pengunjuk rasa hingga komunitas yang mengeksplorasi manusia maupun alam dengan cara yang berbeda untuk memecahkan masalah.

Lalu tidak ada yang salah dengan itu? Entahlah, salah atau benar merupakan pandangan subjektif. Kecuali firman Tuhan, objektivitas yang digembar-gemborkan kalangan tertentu mungkin hanya subjektivitas kolektif yang menggumpal. Kuantitas yang justru akhirnya mengkonversi subjektivitas menjadi suatu objektivitas. Hal ini adalah wajar karena sebagai seorang Muslim pun saya percaya bahwa kebenaran mutlak hanyalah milik Allah swt. Manusia dikaruniai ilmu-Nya yang tidak terbatas dalam bentuk tetesan-tetesan pembaharuan setiap zamannya. Dapat dikatakan bahwa penemuan, teori, hukum yang terus diperbaharui merupakan pemberian kasih sayang-Nya yang bertahap pada manusia.

Haha, terlalu panjang saya bercuap. Sebenarnya, ada pandangan pribadi saya mengenai masalah dan kelompok pembaharu tersebut. Masalah yang ada, dan akan tetap terus ada, merupakan akumulasi majemuk dari berbagai kebutuhan bahkan sesuatu yang tidak diinginkan. Lalu, kelompok pembaharu yang muncul sebagai pemecah masalah pun beragam jenisnya.

Dengan mengibaratkan masalah sebagai bola besar dan kelompok pembaharu sebagai tuas, maka proses pemindahan bola besar tersebut adalah proses pemecahan masalah. Berpikir sedikit logis, tuas untuk menggerakkan bola besar tersebut sebaiknya adalah sebuah tuas tunggal yang memiliki kekuatan besar. Kelompok pembaharu dengan ego masing-masing maka perumpaan yang muncul adalah tuas-tuas kecil yang mendorong si bola besar dari berbagai sisi. Bola besar tidak akan bergerak, karena tuas-tuas tersebut jamak dan tidak memiliki titik tumpu. Dengan menghilangkan asas dominasi, kelompok pembaharu seharusnya bertindak kooperatif dan bergabung menjadi tuas tunggal dengan titik tumpu yang jelas sehingga bola besar tersebut dapat bergerak.

Kenapa bola besar itu digerakkan? Bukan dipecahkan saja? Karena menurut saya, bola besar yang menjadi perumpamaan masalah itu dapat dikonversi menjadi energi. Dengan bertindak efektif dan efisien, masalah-masalah dapat diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat oleh kelompok pembaharu dalam proses pemecahan masalahnya. Ya, bolehlah kita bilang proses konversi masalah menjadi bermanfaat, hehe. Karena, kelompok pembaharu dengan idealisme non-kooperatif dan hanya menjunjung eksistensi personal akan sangat lambat menangani masalah. Proses pemecahan masalah, eh konversi masalah bukan hanya hak sekelumit manusia. Jenis pembaharuan pun seperti penemuan, penelitian, ilmu pengetahuan, eksplorasi diri bukan hanya milik manusia-manusia tertentu. Hal ini harus ditularkan agar estafet pembangunan tidak terputus di satu generasi.

Memang sulit untuk memulai dan akan sulit lagi untuk mempertahankan. Membelakangkan ego dan apresiasi semata akan menumbuhkan semangat kekeluargaan yang bermanfaat. Prestasi hendaklah tidak diukur dari apresiasi semata karena apresiasi pasti akan membuntuti prestasi, meskipun yang anonim, dalam waktu yang berbeda saja.

Sebuah rangkaian dua puluh enam alfabet hasil renungan orang yang masih belajar semata. Retorika konseptual dengan sedikit bukti ilmiah. Gagasan, opini, ide atau apapun itu yang bersifat subjektif dan perlu dicurahkan. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar