Well,
saya suka kucing dan belakangan ini saya sedang gemar membaca novel tentang
kucing seperti Dewey, sang kucing perpustakaan publik
Spencer, karya Vicki Myron, ataupun kumpulan cerita pendek seperti Kisah-Kisah Kucing karya James Herriot dan Kucing bernama Dickens karya Callie Smith Grant. (kalau suka
kucing, kalian juga harus baca. Seru!) Kesukaan baru ini ditambah karena
video-video unik kucing yang beredar di YouTube, salah satunya adalah Maru.
(suka atau tidak suka kucing, cobalah tonton. Ia jenis kucing yang minta diajak
main)
Yang
menarik dari buku, cerpen, maupun video tersebut adalah penggambaran kucing
yang dianggap sebagai makhluk istimewa (karena mereka memang istimewa), hewan
peliharaan eksotis sejak zaman Mesir kuno ini digambarkan sebagai pribadi yang
tentunya pemilih tuannya, keanggunan tersendiri dibalik arogansi imut dari
makhluk bola bulu ini. Mulai dari tingkah laku alamiah mereka sebagai pemburu
yang dijinakkan, perilaku keingintahuan mereka yang kadang konyol, hingga
perasaan dalam yang muncul dari komunikasi antara manusia dan kucing. Oleh
karena itu, saya pun ingin memulai menulis kisah kucing yang pernah mengisi
halaman hidup saya.
...
Ini mungkin bukan kucing pertama saya, tetapi ini kisah kucing yang akan saya ceritakan pertama kali. Ketika saya kecil, di rumah nenek ada kucing kecil yang datang entah dari mana (keluarga dari Ibu menyukai kucing, haha) dan akhirnya memutuskan untuk menetap di rumah nenek (begitulah, kucing yang memutuskan untuk menetap di mana). Warnanya belang dua; putih dan kuning susu. Ia kurus dan kumal pada saat pertama kali datang hingga hanya beberapa orang saja yang mau menyentuhnya. Kemudian, nenek dan kakek mulai member makan si kucing ini (saya lupa nama panggilnnya). Ia seorang betina yang mulai cantik kembali setelah diberi makan di rumah nenek.
Hal
yang membuat saya ingat dengan kucing ini adalah kebiasaan uniknya (yang
mungkin juga dimiliki oleh kucing lain). Satu kebiasaan unik yang dia miliki
adalah ia suka tidur di atas badan orang lain. Saya, sewaktu kecil, sering
berkunjung ke rumah nenek untuk membaca koleksi buku paman ataupun sekedar
main. Setelah lelah membaca atau bermain, saya biasanya terlelap tidur di
lantai (ya, namanya juga terlelap) dan tiba-tiba saya merasakan ada gumpalan
bulu halus yang menindih dada saya dengan tapak-tapak yang lembut. Saya masih
bisa bernafas tetapi ketika saya membuka mata, seekor kucing manis tengah
memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur dengan wajah tanpa dosa seolah
berkata ‘Ada yang salah?’.
Ternyata
ia tidak hanya melakukan hal itu pada saya. Si kucing juga kadang-kadang tidur
di sebelah nenek, di kaki kakek, ataupun di atas perut paman yang gendut dan
empuk untuk tidur. Kami tidak memindahkannya jika ia tidur di atas bagian badan
kami hingga tubuhnya bertambah besar. Pernah ketika saya lagi-lagi terlelap
usai berkejar-kejaran dengan adik saya, tiba-tiba kaki saya terasa pegal,
berat, dan tidak dapat digerakkan. Ternyata, ada si gumpalan bulu manis yang
tengah berusaha tidur menindih kedua kaki saya. Kadang, si kucing betina itu
juga memberikan pijatan khas kucing dengan menekan-nekan telapak kakinya. Entah,
mungkin ia berusaha membayar atas tumpangan tidurnya.
Seperti
kucing betina kampung lainnya, si kucing manis akhirnya hamil (ya, menjalankan
fungsi alamiahnya) dan pergi entah kemana (dan tidak tahu kenapa). Begitulah
dengan kucing, ia yang memutuskan untuk tinggal dan akhirnya ia yang memutuskan
untuk pergi. Tetapi, keberadaannya memberikan satu catatan khusus pada lembar
halaman hidup saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar