Sabtu, 23 Juni 2012

Catatan Gunung Gede

Papan nama dari Pos Gunung Putri

Bayu, Dila, Alfi, Faizal (Hambali yang ngambil foto) sebelum masuk jalur hutan. Mukenye pada songong, belum tau bakal beku di Puncak Gunung.


Setelah 4 setengah jam perjalanan, sampai di Alun-Alun Surya Kencana. Mengharap ada tukang bakso yang lewat.

Tingkah laku kakak-beradik di ketinggian sekitar 2500 mdpl. Mungkin efek dataran tinggi.

Edelweiss, bro. Tapi kayaknya belum terlalu berbunga

Puncak Gn Gede, 2958 mdpl, jam 6 pagi, suer dingin. Mukanya gelap biar keliatan artistik.

buat cover majalah Trubus mungkin, masih di Puncak Gn Gede. Tetap nyengir meski dingin membekukan gusi.

Gn Pangrango, dilihat dari Puncak Gn Gede amazingly beautiful, ceunah



Akhirnya kesampean juga buat naik Gunung Gede. Pas 19 sampe 21 Juni 2012, 5 orang anak manusia berbekal kesotoyan dan persiapan yang kurang, naik-turun Gunung Gede dengan rute Jalur Gn Putri - Surya Kencana - Puncak Gn Gede - Jalur Cibodas. Meski kesengat lebah, nyasar pas awal berangkat, dan kedinginan luar biasa, perjalanan ke Gunung Gede bener-bener seru. Lelah yang secara magis hilang dalam 4 setengah jam perjalanan ketika sampe di Alun-alun Surya Kencana, mendirikan tenda jam setengah 8 malem di Puncak Gn Gede dengan suhu sekitar 18 derajat (gugling), hingga nyium bau martabak telor di tengah hutan. Gak ada target selanjutnya, cuma selalu ada keinginan buat naik gunung lagi, tentunya dengan persiapan yang lebih mantap.

Crew:
Alfi Fudhola - Alfi (ketua kelompok)
Ahmad Hambali - Hambali (kapten kelompok, anak gunung aseli!)
Fadilla Nuraini - Dila (Srikandi pendakian! haha)
M. Bahrul Ulum - Bayu (dengan sotoynya bilang ada eceng gondok ditengah hutan dataran tinggi)
Faizal Firdaus - Faizal (emm.. begitulah)

Rute (yang seharusnya)
Depok - Kp Rambutan (Angkot 19 atau 112)
Kp. Rambutan - Pasar Cipanas (pake Bus Cianjur atau Tasik)
Pasar Cipanas - Pos Gunung Putri (nyarter angkot atau ojek)

Rute (yang kita jalani dengan kesotoyan)
St Pocin - St Bogor (comm line)
St - Bogor - entah terminal apa (angkot lupa juga apaan)
entah terminal apa - JALAN GUNUNG PUTRI (Bus cileungsi)
resmi nyasar
dapet pencerahan
JALAN GUNUNG PUTRI - tol Jagorawi (angkot, nanya aja)
tol Jagorawi - Pasar Cipanas (bus jurusan Kp Rambutan - Cianjur)
selamet

Tips:
bawa perlengkapan perkemahan personal yang lengkap kaya sleeping bag, jaket, celana panjang, sarung tangan, dan kupluk biar tidurnya bisa tenang. Tidur di Gunung pake sarung, jaket, dan celana panjang aja emang masih bisa idup sih, cuma gak nyaman. Jangan lupa juga bawa kompor dan logistik yang memadai, biar bisa makan - minum yang anget di puncak gunung. Mengkonsumsi roti sbg makanan utama pas naik gunung tidak disarankan, Bhahaha.
Meski udah daftar online, pengurusan SIMAKSI (surat izin naik Gunung Gede) cuma bisa diurus di Pos Cibodas, jadi pastiin ke Pos Cibodas dulu buat beresin SIMAKSInya.
Bawa batere dan alat dokumentasi yang lazim kaya camdig.
Berdoa dan berfoto secukupnya.

Kalo naik gunung itu, karakter seseorang bisa keliatan aslinya.

Minggu, 03 Juni 2012

House: The Irony of The Wounded Healer


Everybody Lies

House merupakan tokoh utama dalam series House MD, sebuah drama medis mengenai departemen diagnosis di Princeton-Plainsboro Teaching Hospital yang memecahkan kasus diagnosis medis yang sulit. Menjadi karakter utama, House digambarkan sebagai antisosial narsisis yang brilian dan suka mencemooh lingkungan sekitar yang tidak sesuai dengan idealisme mengenai integritas pribadinya yang berbeda dari kebanyakan orang. Ia tidak segan untuk menghina orang lain untuk memecahkan teka-teki dan mengejar kebenaran. Ia digambarkan sebagai orang egois, self-centered dan tegas namun ada sisi emosional yang juga terpendam darinya.

House: Broadly Comic

Memang harus diakui bahwa House, sang tokoh utama, merupakan kunci dari alur cerita yang mengesankan dari House MD. Tokoh yang diperankan oleh Hugh Laurie ini merupakan seorang dokter ahli diagnosis misantropis yang memiliki cara pandang unik mengenai kehidupan dengan rasionalisasinya. Ia digambarkan sebagai pengolok sinis yang menghargai argumentasi yang rasional. Ia adalah antihero yang kompleks dengan cara pikir deduktifnya yang  menarik untuk ditelaah. Dengan logika deduktifnya, House meyakini bahwa sisi emosional manusia hanya melemahkan daya pikir yang justru berharga bagi manusia. Rasionalisasi House ini kadang dapat menimbulkan anggukan persetujuan bagi penonton yang diajak berpikir atau juga tawa ketika penonton menyadari ‘pembodohan’ dari sisi emosional kita yang diungkapkan oleh cara pandang House yang berbeda. Tawa itu juga muncul ketika ‘kebosanan’ House mulai beraksi dengan keisengan yang kadang berbahaya. Selain itu, untuk membuktikan dirinya benar, ia tidak segan hingga mengambil resiko bahaya sendiri. Ucapan yang sering keluar dari para partner House adalah: ‘You’ve spent your whole life looking for the truth’

House: Angry Satire

Namun, sisi emosionalnya kadang mengambil alih sebagian besar dirinya dan mengungkapkan bahwa kebahagiaanlah yang selama ini ia, dan manusia pada umumnya, butuhkan. Sisi kemarahan satir inilah yang biasanya muncul diakhir argumentasi emosional dan sulit untuk dibantah dirinya sendiri. Sisi ini muncul karena House menyadari bahwa ada hal-hal yang tidak ‘muat’ untuk diterima oleh rasionalisasinya. Dengan kata lain, logika yang rasional merupakan kelebihan House untuk memecahkan kasus-kasus medis yang ditanganinya dan hal yang membuatnya tertarik pada teka-teki sekaligus alasan terberat bahwa ia tidak dapat menerima hal-hal alami diluar logika yang orang biasa justru dapat terima. Ia terluka secara fisik karena bekas operasi di kakinya dan luka mental karena ketidakmampuannya untuk bahagia. Ia kadang bergumam bahkan berteriak: ‘I’m in pain’

House: Strong Cup of Coffee

Gambaran lain House adalah ia dapat menjadi peduli pada seseorang diluar prasangka orang biasa. Ia mempunyai keinginan untuk berubah menjadi lebih baik, tetapi rasionalisasinya membenturkan House pada kenyataan bahwa menjadi dirinya saat ini adalah pilihan terbaik. House hidup dalam luka, baik luka fisik yang dirasakannya setiap hari karena operasi di kakinya maupun luka batin karena ketidakmampuannya menyingkirkan sedikit logika agar dapat bahagia. Ia mengejar teka-teki dan memiliki definisi tak wajar mengenai kebenaran karena kecacatannya dalam menerima hal-hal kecil yang orang lain terima sebagai kewajaran. Sebuah ironi, bahwa dengan logikanya ia adalah seorang penyembuh, tetapi dengan rasionalisasinya ia ‘terluka’.

Everybody Dies

Dengan komposisi karakter di atas, House dapat membawa serial House MD sebagai serial drama medis yang epik dan sarat akan pandangan lain mengenai hidup. Para tim penulis ditambah kualitas akting Hugh Laurie membawa karakter House sebagai kunci sehingga serial House MD memiliki amplitudo cerita yang mengejutkan, luar biasa, unik tetapi tidak di luar nalar ketidakbiasaan. Karakter yang justru dengan kekurangannya menjadi sempurna. Karakter yang membuat delapan musim serial House MD tak membosankan setiap alurnya. Salute!


 House, The Wounded Healer*


*The term 'The Wounded Heaaler' insipred from House: The Wounded Healer on Television by Luke Hockley

Cerita Kucing #1


Well, saya suka kucing dan belakangan ini saya sedang gemar membaca novel tentang kucing seperti Dewey, sang kucing perpustakaan publik Spencer, karya Vicki Myron, ataupun kumpulan cerita pendek seperti Kisah-Kisah Kucing karya James Herriot dan Kucing bernama Dickens karya Callie Smith Grant. (kalau suka kucing, kalian juga harus baca. Seru!) Kesukaan baru ini ditambah karena video-video unik kucing yang beredar di YouTube, salah satunya adalah Maru. (suka atau tidak suka kucing, cobalah tonton. Ia jenis kucing yang minta diajak main)
Yang menarik dari buku, cerpen, maupun video tersebut adalah penggambaran kucing yang dianggap sebagai makhluk istimewa (karena mereka memang istimewa), hewan peliharaan eksotis sejak zaman Mesir kuno ini digambarkan sebagai pribadi yang tentunya pemilih tuannya, keanggunan tersendiri dibalik arogansi imut dari makhluk bola bulu ini. Mulai dari tingkah laku alamiah mereka sebagai pemburu yang dijinakkan, perilaku keingintahuan mereka yang kadang konyol, hingga perasaan dalam yang muncul dari komunikasi antara manusia dan kucing. Oleh karena itu, saya pun ingin memulai menulis kisah kucing yang pernah mengisi halaman hidup saya.
...

Ini mungkin bukan kucing pertama saya, tetapi ini kisah kucing yang akan saya ceritakan pertama kali. Ketika saya kecil, di rumah nenek ada kucing kecil yang datang entah dari mana (keluarga dari Ibu menyukai kucing, haha) dan akhirnya memutuskan untuk menetap di rumah nenek (begitulah, kucing yang memutuskan untuk menetap di mana). Warnanya belang dua; putih dan kuning susu. Ia kurus dan kumal pada saat pertama kali datang hingga hanya beberapa orang saja yang mau menyentuhnya. Kemudian, nenek dan kakek mulai member makan si kucing ini (saya lupa nama panggilnnya). Ia seorang betina yang mulai cantik kembali setelah diberi makan di rumah nenek.
Hal yang membuat saya ingat dengan kucing ini adalah kebiasaan uniknya (yang mungkin juga dimiliki oleh kucing lain). Satu kebiasaan unik yang dia miliki adalah ia suka tidur di atas badan orang lain. Saya, sewaktu kecil, sering berkunjung ke rumah nenek untuk membaca koleksi buku paman ataupun sekedar main. Setelah lelah membaca atau bermain, saya biasanya terlelap tidur di lantai (ya, namanya juga terlelap) dan tiba-tiba saya merasakan ada gumpalan bulu halus yang menindih dada saya dengan tapak-tapak yang lembut. Saya masih bisa bernafas tetapi ketika saya membuka mata, seekor kucing manis tengah memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur dengan wajah tanpa dosa seolah berkata ‘Ada yang salah?’. 
Ternyata ia tidak hanya melakukan hal itu pada saya. Si kucing juga kadang-kadang tidur di sebelah nenek, di kaki kakek, ataupun di atas perut paman yang gendut dan empuk untuk tidur. Kami tidak memindahkannya jika ia tidur di atas bagian badan kami hingga tubuhnya bertambah besar. Pernah ketika saya lagi-lagi terlelap usai berkejar-kejaran dengan adik saya, tiba-tiba kaki saya terasa pegal, berat, dan tidak dapat digerakkan. Ternyata, ada si gumpalan bulu manis yang tengah berusaha tidur menindih kedua kaki saya. Kadang, si kucing betina itu juga memberikan pijatan khas kucing dengan menekan-nekan telapak kakinya. Entah, mungkin ia berusaha membayar atas tumpangan tidurnya.
Seperti kucing betina kampung lainnya, si kucing manis akhirnya hamil (ya, menjalankan fungsi alamiahnya) dan pergi entah kemana (dan tidak tahu kenapa). Begitulah dengan kucing, ia yang memutuskan untuk tinggal dan akhirnya ia yang memutuskan untuk pergi. Tetapi, keberadaannya memberikan satu catatan khusus pada lembar halaman hidup saya.