Sarang Burung Pipit
LabKom. 8 April 2009
dengan 16 pjuang madani yg tnggal d skul
(10 ikhwan dan 6 akhwat), (ad Ust. Apip jg)
ditengah serunya chat ma shabat n nonton Secercah Nilai Kehidupan dalam Film "The Last Samurai"
.
.
Tulisan ini gak berdasar sama Ilmu pasti kayak Biologi, Zoologi or any others. Tulisan ini cuma tulisan bocah "Semprul" yg moga-moga bisa diambil hikmahnya. Maap juga buat orang yg namanya ane pake (gk usah ad royalti kn??)
Tersebutlah di suatu pohon (bhsanye berat ni) ada satu keluarga burung pipit yang hidup dengan bahagia. Dalam kegembiraan itu, lahirlah seorang pipit muda yang diberi nama Tubulus Olfaktorius Recklinhousen dan mempunyai nama panggilan T.P.R. T.P.R sangat bahagia dengan keluarganya.
.
Ia hidup dengan Ayah, Ibu, Paman, Bibi, Keponakan, Kakek, Nenek, Eyang Kakung hingga Buyut. Hingga setelah beberapa tahun (atu tahunnya burung pipit kga sama ma atu tahunnya manusia ato simpanse), T.P.R mendapat adik baru. Kebahagiaan T.P.R bertambah dan seolah tak pernah berkurang. Ayah dan pamannya senantiasa mendapat makanan yang selalu memenuhi kebutuhannya. Tempat bernaung yang nyaman, kasih sayang orang-orang sekitar, dan semua yang ada di sekelilingnya sangat membuat T.P.R bahagia.
.
Setiap hari T.P.R bermain, belajar mencari makan, diberi cerita oleh keluarganya, dan hidup dalam kesenangan. Tentu saja, kadang-kadang ada
hal yang mengecewakan juga. Tapi Lingkungan T.P.R yang membahagiakan si burung pipit kecil itu menghilangkan rasa kecewanya.
.
.
Namun, kehidupan T.P.R mulai berubah ketika pamannya tercinta harus pergi bersarang di sarang lain karena bibi T.P.R (mrangkap istri sang paman) itu hamil (mksudnya mao bertelor : Stadium akhir). Hingga kepergian sang paman ke sarang barunya T.P.R mrasa sangat kehilangan.
.
Lalu disusul dengan Kakek dan Neneknya yang tertangkap pecinta alam. Banyak burung-burung berpikir (hwalah.. brung mkir, betekur iye..) bahwa itu yang terbaik, karena meski tidak hidup bebas, para pecinta alam akan merawat burung-burung tersebut.
Namun, T.P.R masih tidak bisa menerimanya, kadang keegoisannya membuat beberapa pihak sedih padanya. Meski ada sosok Ayah masih ada, sosok tersebut masih kurang lengkap di hati T.P.R. Ayahnya yang merasa sedih akhirnya mengundang sekelompok Burung pipit migran untuk menetap di Pohon bersama keluarga T.P.R. Si burung pipit junior itu lagi-lagi tidak merasa nyaman dan sudah berparadigma bahwa burung migran itu pasti akan mengganggunya dan membuatnya tidak nyaman.
.
.
Memang, beberapa dari burung migran itu bersikap agak kurang menyenangkan. Tapi tidak sedikit juga burung migran yang sebenarnya sudah dapat menggantikan sosok Paman, Kakek, dan Nenenk T.P.R di mata burung pipit yang lain. Namun, T.P.R hanya merasa bahwa keluarga tidak seindah dulu.
T.P.R hanya bisa mengeluh setiap hari. Ayahnya sudah menyediakan porsi dan sarang khusus di salah satu cabang pohon untuknya. Namun, T.P.R selalu memandang perubahan itu dari segi negatifnya. Keberadaan burung migran yang ia tidak sukai, kehilangan sosok-sosok yang ia hormati, dan merasa lingkungan telah berubah. T.P.R bahkan pernah melarikan diri dari sarang, tidak mau menerima makanan dari Ayahnya, dan berbuat sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukan seorang kakak.
..
.
Hingga akhirnya Burung Pipit nan aneh ini bertemu dengan seekor belalang tua di sebuah pohon kecil. Saat itu T.P.R kelaparan dan ia coba memburu si belalang tua.
Sebelum belalang tua itu dimakan, ia bersyair :
Wahai debu yang terhempas nasib jalan
Merasa tersudut dan terjepit asa
Mengendapkan dendam di hati dan merasa sendiri
Mencari sudut hidup untuk diam dan mengamati
Dan terus mengeluh, mencaci, dan membenci
Tapi itu hakmu, Debu yang terhempas nasib jalan
Tapi Debu yang terhempas nasib jalan
Diam dan cacimu tidak akan merubah takdir
Mungkin hanya mengiris hati angin yang berhembus tiap hari
Bukalah kelopakmu wahai Debu
Tidak semua salah
yang salah kau harus benarkan
Gandenglah
Bersamalah
Sesuatu yang baik tidak bisa diulangi
Tapi bisa dibuat lagi
Debu
tetaplah bebas
dan bawa perubahan
.
.
T.P.R merasa terenyuh dengan nasihat si Belalang Tua. Ia menyadari, bahwa memang terjadi kesalahan. Tapi dia tidak mengubahnya, ia hanya mencaci, mengeluh dan mengutukinya. T.P.R juga sadar bahwa banyak kelebihan yang ia dapatkan namun ia tidak syukuri.
Dalam perasaannya itu, ia menyadari bahwa tiada yang salah dalam nada kehidupan yang sedang dilagukan bumi. Kesalahan itu terletak bagi pihak-pihak yang mencari sudut untuk melihat saja, mengeluh, dan mencaci arus yang lewat dengan derasnya. T.P.R terbang menuju sarang tercintanya, mata kecilnya meneteskan air mata.
Ia mempunyai tekad baru, meski tidak bisa mengulangi, ia akan berusaha membuat ulang masa bahagia itu dengan ikut berperan semaksimal mungkin sesuai perannya.
..
.
.
.
.
.
.
para pembaca (buntet dah...) moga bisa nikmatin and dapet hikmahnya yeee
Mohon maap jika ada pihak yang tersinggung, Cokelat Iseng mungkin sok Tua, tapi toh nanti kita juga jadi Tua beneran. Gak da salahnya nyoba mikir yang gak berlebihan dan positip (EYD : Positif)
.
The Last :
Even You can't repeat, try to remake
.
.
.
.
.
.
Thx to
Ust. Afif F.
M. Alifa F.
Rizky B.
Angga M.I
Algi R.A
M. Irfan H.Y
Haroki M.
Rizky F.
Bima P.P
Ridho N.M
Rahmi S.R
Resti D.U
Nurul F.A
Adhina M.A
Shani S.R
Ukh Wilda R.P
and segenap madanians on the earth......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar