Hari
ini saya telah mengunjungi seorang teman lama. Teman yang membuat saya iri
karena dia sudah bebas. Terbebas dari segala standar, ukuran, dan prediksi yang
akhir-akhir ini muncul dengan memuakkan. Segala ukuran dan prediksi dalam
obrolan yang seolah-olah akan menjadi identitas di dahi masing-masing.
Mendefinisikan mereka. Menamai mereka. Dan menghapus segala imajinasi serta
cerita-cerita lama mengenai nilai-nilai naïf pertemanan.
Sobat,
saya ingin bercerita. Sekarang, obrolan-obrolan canda kini tak tercerna.
Spontanitas dari letupan-letupan keceriaan jarang muncul. Mereka berencana,
membuat prediksi dan mengukur satu sama lain. Tatapan-tatapan gurau kini berubah menjadi penilaian yang terukur. Tidak jarang saya menangkap kagum
dan hina dari tatapan mereka terhadap identitas yang belum tentu nanti yang
lain akan dapatkan.
Sobat,
saya juga melihat lingkaran-lingkaran hidup. Tanpa sadar
mereka mengandangi diri mereka sendiri dalam sebuah tujuan. Mengandangi diri
sendiri dari orang-orang yang menurut mereka pantas untuk bersama. Padahal dulu
kita bermain tanpa batas. Naïf dalam ketidaktahuan yang justru memberikan
kebahagiaan. Dulu dan sekarang, sebuah antitesis kuno yang selalu menjadi bahan para pengeluh.
Ah,
kau curang, Sobat. Kau beristirahat bertemankan pohon-pohon rindang itu.
Berselimutkan senyap yang damai. Saya lihat tempat istirahatmu pun sudah
berbenah diri. Dulu saya kira kau lah yang harus dikasihani. Namun saya sadar,rasa
kasihan merupakan bentuk terkejam dari sebuah interaksi. Rasa kasihan telah
mengeliminasi pandangan saya mengenai apa yang kamu punya dan hanya membutakan
saya dengan apa yang saya punya. Saya iri padamu. Dan obat iri ini hanyalah
membuktikan bahwa diri saya tidak akan tenggelam dan bisa hidup dengan atau
tanpa ukuran, prediksi dan standar yang mereka buat.
Sobat,
mungkin ini dapat kau sebut sebagai keluhan. Tapi saya akan menyebut ini
sebagai sudut pandang. Ya.. sudut pandang saya. Bisa jadi memang tidak ada yang
berubah atau tidak ada yang salah dengan ukuran, prediksi dan standar yang
muncul secara alami itu. Bisa jadi saya yang menarik diri dan salah. Itulah mengapa
saya sebut ini dengan segala kesadaran sebagai sudut pandang.
Saya pun mencoba untuk terkuantifikasi. Menemukan ukuran, standar, dan prediksi yang akan saya susuri untuk menjadi bagian dari mereka. Mencari ikatan yang memang nantinya akan saya abadikan. Hal yang saya coba pun selalu bertemu benturan. Dan pada akhirnya saya akan hidup dalam jalan saya sendiri. Menjadi lebih baik sebagai tujuan.
Mengunjungimu
selalu berujung cerita. Berbagai cerita dalam bisumu yang terpaku dalam nisan saya
dapatkan. Sampai jumpa lagi, Sobat.
in your silence, you taught most of what was and what should never be