Banyak orang mengatakan bahwa penampilan itu penting. Kesan pertama yang muncul dari seseorang adalah karena penampilannya. Nah.. bagaimana dengan kesan kedua, ketiga, hingga seterusnya ? Apakah penampilan akan terus menjadi bungkus seseorang dalam pergaulannya ? Atau ada sesuatu yang lebih penting dari penampilan yang akan memberikan great impression bagi seseorang ?
Begitulah, putra-putri Adam dan Hawa cenderung mempermasalahkan penampilan mereka sebagai cerminan bagi diri mereka sendiri ataupun orang lain. Jika kita ibaratkan, penampilan hanyalah bungkus bagi seseorang. Sedangkan yang berperan sebagai kepribadian seseorang itu sendiri adalah sesuatu dalam diri seseorang itu sendiri. Penampilan atau Image atau Imej seringkali dijaga, bahkan ditingkatkan kualitasnya oleh kebanyakan orang. Ada istilah Jaim (Jaga Imej), yang kurang lebih ditujukan untuk menjaga penampilan dan cenderung mengubur jati diri. Imej bagi saya kurang lebih adalah sosok dua dimensi yang berperan dalam kepribadian seseorang. Imej hanya menutupi atau menyampul kepribadian seseorang tanpa membentuk kepribadian seseorang itu sendiri. Imej akan memberikan kesan pertama bagi orang lain. Namun, jika hanya imej yang ditingkatan, kepribadian seseorang bahkan tidak akan berkembang.
Lantas, apa yang seharusnya dipupuk oleh seseorang agar membentuk kepribadiannya ? Jika imej hanyalah sosok dua dimensi, maka kita dapat ibaratkan sebagai lukisan. Maka patung adalah sosok tiga dimensi, dan dalam bahasa lain dapat disebut dengan figure atau figur. Figur, secara tidak disadari adalah bahasa lain untuk kepribadian. Figur adalah sosok tiga dimensi abstrak yang tidak terlihat secara langsung dalam kesan pertama. Namun, figur adalah pembentuk karakteristik seseorang. Meski tidak kelihatan, figur adalah fondasi dalam diri seseorang. Tentu saja yang namanya fondasi tidak akan terlihat oleh umum, namun akan berperan dalam ambruk/kokohnya suatu bangunan. Jadi selain peningkatan imej atau kualitas penampilan, kualitas figur juga harus ditingkatkan. Konsumsi untuk peningkatan figur akan berbeda dengan kebutuhan untuk peningkatan kualitas imej.
Pernah terjadi dialog yang seru antara saya dan sahabat saya. Kami memperdebatkan manakah yang lebih penting antara Imej dan Figur. Dia mengatakan Imej itu penting karena Imej yang membentuk first impression seseorang. Sedangkan saya dengan pemikiran agak menyimpang mengatakan ada sesuatu yang lebih penting dari imej. Saya yang masih berpikir, kata apa yang cocok untuk bentuk abstrak yang lebih penting dari imej dan membentuk kepribadian seseorang. Jadi, dengan setengah bercanda saya mengungkapkannya sebagai figur. Saya agak senang dengan filosofi. Filosofi dalam bentuk kata mutiara memutar kata-kata umum dan biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari menjadi kumpulan kalimat yang memiliki makna terselubung serta nilai yang lebih tinggi dan nikmat untuk didengar. Pada akhirnya figur dan imej harus sama-sama dipupuk. Sahabat yang lebih dari sekedar sahabat ini telah menumpahkan opininya dalam peningkatan imej. Dan saya sendiri menuangkan opini saya dalam definisi dan peran figur. Karena banyak orang mengatakan kita membutuhkan figur pemimpin, figur ayah yang baik. Bukan imej pemimpin, atau imej ayah yang baik.
Setelah itu, sahabat saya berbincang dengan guru yang sudah menjadi teman bertukar pikiran dengannya. Guru yang sekaligus guru saya itu mengatakan bahwa ada sesuatu yang penting dalam diri yang disebut dengan imej internal. Hanya berbeda huruf saja, saya pikir. Mungkin maknanya tidak jauh berbeda. Sahabat saya ini telah memberikan masukan yang penting dalam opini ini.
Pemupukan imej tanpa peningkatan figur hanya akan membentuk kepribadian yang kehilangan jati diri yang sesungguhnya. Lingkungan yang mengendalikan orang dengan tipe seperti ini. Orang ini akan menjadi lemah. Meski imej yang dipupuknya menjadi imej yang lebih baik dan disukai orang lain, orang seperti akan sadar pada akhirnya bahwa ia tidak mempunyai tujuan.
Bagaimana dengan orang yang meningkatkan figur tanpa peningkatan imej ? Orang seperti ini seperti orang misterius yang mencari jati dirinya. Ia akan sulit dipahami oleh orang lain, karena tujuannya adalah menjadi bermanfaat untuk orang lain. Namun, orang seperti ini sedikit memikirkan dirinya sendiri untuk menggapai cita-cita sesuai ideologi dalam figurnya. Jadi, pada akhirnya figur dan imej merupakan satu kesatuan yang seharusnya dipupuk secara adil (bukan sama) untuk mencapai keseimbangan jiwa dan menemukan jati diri yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, tulisan ini hanyalah deretan huruf tak berpola yang menjadi media opini otak penulis. Semua yang dituliskan adalah konsep abstrak kehidupan. Pada kenyatannya nanti, kita sendirilah yang menentukan jalan kita sendiri. Semoga figur dan imej yang ditulis diatas dapat menjadi refleksi dalam kepribadian kita.
.
Salam cokelat hangat....
Hh,,, Liburan udah abis
School... I get back!!!
Sabtu, 03 Januari 2009
Liburan : Refleksi dan Revolusi
Liburan....
Pengalaman baru, teman baru, serta pengetahuan baru seharusnya tidak membuat seseorang lengah akan kewajiban utamanya. Jika seseorang lengah akan kewajibannya, ya.. terlindas dan tertinggallah ia. Tidak peduli, baik atau buruk hal yang membuat ia lengah. Era global yang mulai menjalar seperti akar singkong ini tidak mudah dalam menerima alasan. Sistem yang terbentuk akan mulai mengikis kebudayaan asli yang sesungguhnya ramah satu sama lain. Yah.... kurang lebih seperti kata Nagabonar "Matilah kau dimakan cacing..." Pertanyaannya, apakah arus globalisasi yang menggila dan merasuk ke setiap elemen kemajuan akan menggerus kebudayaan asli yang ramah, asri, namun disiplin dan tegas?
Lah.... jika kita mengadukan globalisasi dengan kebudayaan asli, ya hasilnya akan seperti mencampurkan air dengan minyak. Namun jika bagian-bagian dari globalisasi dan kebudayaan asli itu kita kupas, akan ada titik-titik persamaan yang dapat kita telaah dan dalami. Kebudayaan asli negara kita yang plural ini mengandung persamaan pada umumnya. Bayangkan, dengan tidak bermodal senjata nuklir, meriam mesiu, bedil, dan senjata mutakhir lainnya Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit punya daerah kekuasaan hingga seluas NKRI ditambah Singapura, Malaysia dan sekitarnya. Budaya negara kita yang luhur telah memupuk generasi-generasi yang mampu berdiri dalam kesatuan bernama kerajaaan. Ditambah sumber daya alam yang begitu kaya sehingga bangsa kita ogah untuk pergi mencari daerah lain hingga keliling dunia.
Berbeda dengan bangsa Eropa yang punya ambisi tinggi, ego, namun tidak punya sumber daya alam yang memadai. Kekurangan ini menyebabkan bangsa yang kebanyakan berasal dari ras Kaukasoid ini menjelajah dan menjajah ke daerah lain. Bangsa-bangsa yang hidup di tanah lebih subur seperti bangsa kita akan lebih ramah pada bangsa lain. Tentunya, Pizarro dan anak buahnya tidak akan berhasil membinasakan suku-suku di Amerika jika suku-suku itu memakan mereka terlebih dahulu. Orang Belanda yang melabuh di Banten juga "ngelunjak" setelah mereka diperlakukan dengan sangat terhormat oleh suku Sunda. Tapi, ramahnya bangsa asli tidak dibarengi dengan pengetahuan luas waktu itu.
Apakah kita dapat menyalahkan rasa kesatuan dan persatuan waktu itu? Sebagai Negara Kepuluan yang terbesar (setahu saya), tentu agak sulit jika harus menyatukan beberapa suku di kepulauan-kepulauan ini. Tengoklah Cina, Inggris, Perancis, Rusia, Jepang. Selain tua, negara-negara itu memiliki ras yang umumnya hampir serupa. Apalagi mereka hidup dalam satu kesatuan daratan yang luas. Atau Amerika, negara "baru" yang terkenal dengan demokrasinya. Makanya, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sangat dan benar-benar hebat apabila negara kita kokoh dan bersatu. Sebab, ribuan suku dan bahasa yang berbeda dapat bersatu. Sungguh suatu keunggulan yang hanya dimiliki bangsa Indonesia. Salahlah mereka yang ingin mendirikan negara atas satu suku sendiri. Karena hal itu hanya didasari egoisme dan kepentingan satu golongan. Kita butuh Pulau Roti sebagai pulau paling selatan di Indonesia. Bukan Indonesia namanya kalau bukan Sabang dan Merauke ujung-ujungnya.
.
Lalu, apa hubungannya dengan liburan saya?
Ada hubungan paralel abstrak yang terlalu "dipaksakan untuk terhubung" oleh saya sendiri. Kehidupan baru saya yang sekarang dan akan saya jalani saya ibaratkan dengan Globalisasi modern. Dan, masa lalu saya serta kehidupan saya apabila saya meninggalkan si "globalisasi" itu adalah kebudayaan. Saya sadar, banyak teman baru, pengalaman baru, dan hal lain yang baru. Suatu kesombongan apabila saya menyia-nyiakan mereka yang sudah saya dapat terlebih dahulu. Hmmm.... Kenangan indah memang indah untuk dikenang, tapi jika saya terlelap dengan kenangan-kenangan Indah di masa Kapten Tsubasa masih di TV7, saya sendiri yang akan hancur.
Jadi, sebagai seorang yang suka cokelat, saya harus berusaha jadi lebih baik. Tahun Baru Islam dan Tahun Baru Masehi sudah saya jejaki. Anak kucing tidak akan pernah menjadi singa, namun ia bisa menjadi kucing yang besar dan ganas seperti singa. Tapi hakikatnya ia tetap kucing. Begitu pula saya, anda, orang yang sedang menatap layar komputer disamping, atau orang yang anda benci sekalipun.
.
.
Selamat Tahun Baru 2009 M dan 1430 H.
Nice Holiday!!!!!
Pengalaman baru, teman baru, serta pengetahuan baru seharusnya tidak membuat seseorang lengah akan kewajiban utamanya. Jika seseorang lengah akan kewajibannya, ya.. terlindas dan tertinggallah ia. Tidak peduli, baik atau buruk hal yang membuat ia lengah. Era global yang mulai menjalar seperti akar singkong ini tidak mudah dalam menerima alasan. Sistem yang terbentuk akan mulai mengikis kebudayaan asli yang sesungguhnya ramah satu sama lain. Yah.... kurang lebih seperti kata Nagabonar "Matilah kau dimakan cacing..." Pertanyaannya, apakah arus globalisasi yang menggila dan merasuk ke setiap elemen kemajuan akan menggerus kebudayaan asli yang ramah, asri, namun disiplin dan tegas?
Lah.... jika kita mengadukan globalisasi dengan kebudayaan asli, ya hasilnya akan seperti mencampurkan air dengan minyak. Namun jika bagian-bagian dari globalisasi dan kebudayaan asli itu kita kupas, akan ada titik-titik persamaan yang dapat kita telaah dan dalami. Kebudayaan asli negara kita yang plural ini mengandung persamaan pada umumnya. Bayangkan, dengan tidak bermodal senjata nuklir, meriam mesiu, bedil, dan senjata mutakhir lainnya Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit punya daerah kekuasaan hingga seluas NKRI ditambah Singapura, Malaysia dan sekitarnya. Budaya negara kita yang luhur telah memupuk generasi-generasi yang mampu berdiri dalam kesatuan bernama kerajaaan. Ditambah sumber daya alam yang begitu kaya sehingga bangsa kita ogah untuk pergi mencari daerah lain hingga keliling dunia.
Berbeda dengan bangsa Eropa yang punya ambisi tinggi, ego, namun tidak punya sumber daya alam yang memadai. Kekurangan ini menyebabkan bangsa yang kebanyakan berasal dari ras Kaukasoid ini menjelajah dan menjajah ke daerah lain. Bangsa-bangsa yang hidup di tanah lebih subur seperti bangsa kita akan lebih ramah pada bangsa lain. Tentunya, Pizarro dan anak buahnya tidak akan berhasil membinasakan suku-suku di Amerika jika suku-suku itu memakan mereka terlebih dahulu. Orang Belanda yang melabuh di Banten juga "ngelunjak" setelah mereka diperlakukan dengan sangat terhormat oleh suku Sunda. Tapi, ramahnya bangsa asli tidak dibarengi dengan pengetahuan luas waktu itu.
Apakah kita dapat menyalahkan rasa kesatuan dan persatuan waktu itu? Sebagai Negara Kepuluan yang terbesar (setahu saya), tentu agak sulit jika harus menyatukan beberapa suku di kepulauan-kepulauan ini. Tengoklah Cina, Inggris, Perancis, Rusia, Jepang. Selain tua, negara-negara itu memiliki ras yang umumnya hampir serupa. Apalagi mereka hidup dalam satu kesatuan daratan yang luas. Atau Amerika, negara "baru" yang terkenal dengan demokrasinya. Makanya, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sangat dan benar-benar hebat apabila negara kita kokoh dan bersatu. Sebab, ribuan suku dan bahasa yang berbeda dapat bersatu. Sungguh suatu keunggulan yang hanya dimiliki bangsa Indonesia. Salahlah mereka yang ingin mendirikan negara atas satu suku sendiri. Karena hal itu hanya didasari egoisme dan kepentingan satu golongan. Kita butuh Pulau Roti sebagai pulau paling selatan di Indonesia. Bukan Indonesia namanya kalau bukan Sabang dan Merauke ujung-ujungnya.
.
Lalu, apa hubungannya dengan liburan saya?
Ada hubungan paralel abstrak yang terlalu "dipaksakan untuk terhubung" oleh saya sendiri. Kehidupan baru saya yang sekarang dan akan saya jalani saya ibaratkan dengan Globalisasi modern. Dan, masa lalu saya serta kehidupan saya apabila saya meninggalkan si "globalisasi" itu adalah kebudayaan. Saya sadar, banyak teman baru, pengalaman baru, dan hal lain yang baru. Suatu kesombongan apabila saya menyia-nyiakan mereka yang sudah saya dapat terlebih dahulu. Hmmm.... Kenangan indah memang indah untuk dikenang, tapi jika saya terlelap dengan kenangan-kenangan Indah di masa Kapten Tsubasa masih di TV7, saya sendiri yang akan hancur.
Jadi, sebagai seorang yang suka cokelat, saya harus berusaha jadi lebih baik. Tahun Baru Islam dan Tahun Baru Masehi sudah saya jejaki. Anak kucing tidak akan pernah menjadi singa, namun ia bisa menjadi kucing yang besar dan ganas seperti singa. Tapi hakikatnya ia tetap kucing. Begitu pula saya, anda, orang yang sedang menatap layar komputer disamping, atau orang yang anda benci sekalipun.
.
.
Selamat Tahun Baru 2009 M dan 1430 H.
Nice Holiday!!!!!
Langganan:
Postingan (Atom)